Rabu, 16 Desember 2015

SEPASANG GARUDA JILID 20 BAB 21

TALI RASA ADBM-MDLM
SEPASANG GARUDA JILID 20 BAB 21

Terlihat Panembahan Pamungkas berdiri menghadap dua yang berasal dari Lembah Wonogiri, orang tua itu tidak banyak menyatakan pendapatnya, ia lebih banyak diam, berbekal keterangan dari Sunan Muria maka guru Agung Sedayu itu mencoba memahami sikap yang melatarbelakangi orang yang bernama Panca Sadewa itu, sementara hatinya telah siap menerima kedatangan muridnya, kelambatan yang sudah direncanakan olehnya beserta Ki Juru Mertani dan sebenarnyalah tidak lama kemudian terdengar ringkik kuda yang menggetarkan malam, menegur sempurna gumuk Maguwo yang telah lama menunggu.

“Selamat malam guru, selamat malam Kyai Puspa Ngasem dan Bagus Prapat, mohon dimaafkan bahwa aku telah terlambat datang.” sapa pembuka dari Agung Sedayu meluncur lancar.

Raden Pamungkas tersenyum, namun tidak demikian dengan Bagus Prapat, anak muda itu terlihat bergeser maju dan berkata, “Aku telah mengira, bahwa engkau pasti datang terlambat, perhitungan yang picik, menilai kejantanan dan kemampuan guru sama dengan kemampuan para penjahat yang selama ini mengganggumu.”

Agung Sedayu telah meloncat turun dan menjabat tangan guru bahkan menciumnya, dengan tidak tergesa-gesa membalikkan badannya dan berkata,”Anak muda, kebiasaanmu bersikap kasar terhadap orang lain sama sekali tidak menguntungkan, cobalah berbuat kebaikan dengan mulai mengendalikan hatimu.”

“Persetan, katakan yang sebenarnya! Bahwa engkau akan menghindari pertempuran dengan guru, Ki Tumenggung Untara telah dengan mudah dikalahkan oleh guru, apalagi hanya seorang adiknya.”
Agung Sedayu dan Kyai Gringsing nampak mengerutkan keningnya, tidak semata-mata karena ucapan Bagus Prapat tetapi karena mereka menangkap desir halus kehadiran seseorang yang baru saja datang dan berdiri disamping mereka, seorang anak muda dengan tumbak Pasir Sewukir di tangannya.

“Anak muda, aku adalah putra Prabu Hanyakrawati, namaku Pringgalaya dan aku murid dari Ki Tumenggung Sapta Hasta yang engkau remehkan itu, bagaimana jika aku yang menggantikan perannya, mencincangmu di alun-alun Mataram dan membawa kakekmu menghadap Ki Patih Mandaraka? Kesombonganmu telah menggelitik darahku.” kata Pangeran muda.

Panembahan Pamungkas tertawa kecil, “Selamat datang Pangeran, nampaknya perjalanan pendek ini menguras tenaga Pangeran Pringgalaya.”

Pangeran muda membalas dengan sebuah senyuman, selanjutnya, “Ki Patih telah menahanku di istana Ramanda, namun aku mempunyai cara sendiri untuk menyusul Ki Tumenggung, aku tidak akan melewatkan kesempatan ini, sembari menunggu kesembuhan Ki Untaradira maka aku akan menimba ilmu itu Panembahan.”

Agung Sedayu pun tak dapat menahan tertawanya, “Apakah Pangeran mas Rangsang juga berkeinginan demikian? Aku akan kerepotan membagi waktuku.”

Pembicaraan yang mengalir lancar itu telah menampar muka Bagus Prapat, anak muda itu telah merasakan perbawa orang yang membawa tumbak pendek itu, sementara Ki Puspa Ngasem telah menguasai diri sepenuhnya.

“Selamat datang Pangeran, tentu aku tidak berani melanggar tatanan Mataram, aku hanya menyatakan bahwa diriku telah siap untuk melayani keinginan Ki Tumenggung Sapta Hasta,” kata kakek Bagus Prapat.

Pangeran muda itu memandang tajam orang tua itu sejenak dan sahutnya,”Kyai jangan memutar balikkan kata-kata dan membohongiku, aku mengenal sifat dan sikap guruku.”

“Hem..,” Kyai Puspa Ngasem mendesah perlahan.

Sementara Panembahan Pamungkas telah mengambil sikap dan berkata kepada muridnya, “Angger Sedayu, ambilah tantangannya, aku dan pangeran Pringgalaya akan menjadi saksi, jika terjadi kecurangan maka kami tidak akan segan-segan turun tangan dan menghukum siapapun yang memulainya.”

Agung Sedayu mengangguk hormat dan telah bergeser beberapa langkah kedepan mendekati dua orang dari selatan itu

5 komentar:

  1. Estu..manteb tenan..monggo ki..
    Ngapunten nembe nyobi..meniko

    BalasHapus
  2. Bagus Prapat dibentak Pangeran Pringgalaya: “Anak muda, aku adalah putra Prabu Hanyakrawati, namaku Pringgalaya dan aku murid dari Ki Tumenggung Sapta Hasta yang engkau remehkan itu, bagaimana jika aku yang menggantikan perannya, mencincangmu di alun-alun Mataram dan membawa kakekmu menghadap Ki Patih Mandaraka?" ...

    BalasHapus
  3. Wow ceritanya bagus mantap top markotopdmarkotop mengasikan, soga ada kanjutannya

    BalasHapus
  4. Yang penting ada terusannya....

    BalasHapus