Jumat, 11 Desember 2015

SEPASANG GARUDA JILID 20 BAB 14



TALI RASA ADBM-MDLM
SEPASANG GARUDA JILID 20 BAB 14


Sunan Muria tersenyum dengan wajah yang tenang telah berkata, “Kisah manusia yang selalu saja mempunyai kemiripan dengan kisah manusia lainnya dan sekarang seorang Panca Sadewa merubah namanya menjadi Puspa Ngasem telah kembali mencari Untara, masuk menjelajah Mataram untuk memperbaiki kesalahan.”

Untara dan Agung Sedayu memperhatikan semua pembicaraan itu dengan seksama, jantung terasa berdetak lebih kencang sementara keringat dingin mulai mengembun di punggung, cerita runtun itu telah membuat kebimbangan dan menimbulkan rasa ingin tahu tentang Jati diri Kyai Puspa Ngasem.

Sementara itu Panembahan Pamungkas tengah sibuk membenahi tubuh Untara yang sejatinya telah mengalami perubahan yang menggembirakan.

“Guru Panembahan, apakah yang dikatakan Kyai Puspa Ngasem benar adanya?” tanya Untara.

Panembahan Pamungkas nampak tersenyum dan menjawab, “Aku kurang mengerti anakmas, biarlah Kanjeng Sunan yang menyelesaikannya.”

Untara mengerutkan keningnya sejenak, namun tak berkata apapun, perhatiannya kembali tertuju kepada pembicaraan Sunan Muria dan Ki Panca Sadewa.

Pandangan Raden Umar Said mengarah pada sahabat dan muridnya, masih terlihat wajahnya yang damai, “Ki Panca Sadewa, apakah selama ini engkau belum pernah mendengar tentang siapa yang mengungsikan keluarga anakmas Untara itu?”

“Akhirnya aku mendapat jawaban yang cukup menyakinkan bahwa keluarga adikku telah berada di bawah perlindungan orang bercambuk, namun sejujurnya hingga kini aku belum sempat bertemu dengannya, Kanjeng Sunan.”

Suara tertawa kecil dari seorang Sunan Muria telah menyentak semua dada dan pikiran orang-orang yang berada di sekitarnya, “Raden Pamungkas, Kyai Gringsing dan Ki Tanu Metir, tidak baik bagimu untuk selalu berdiam diri, kami semua ingin mendengarkan penjelasanmu, mengapa Panembahan sangat menyayangi Untara dan Agung Sedayu?"

Perkataan Sunan Muria sangat mengejutkannya, meski sebelumnya telah menduga bahwa semuanya itu akan mengarah kepadanya, sebuah keadaan yang tidak terelakkan lagi, maka Ki Tanu Metir itupun telah mengangkat wajahnya dan berdiri menghadap Sunan Muria dan Panca Sadewa, beberapa kali menarik nafas dan berkata, “Umurku telah terlalu tua untuk bersembunyi lagi, Kisanak putra Harya Sadewa, benar adanya bahwa akulah penggembala itu, akulah manusia bercambuk itu dan sebenarnyalah bahwa Ki Sadewa ayah Untara adalah sahabat sekaligus muridku, sebenarnya murid saat aku mengenakan topeng jelek, tentu kepergiannya telah menggoreskan luka di dada ini dan telah menjadi kewajibanku untuk menjaga keluarga kecil itu.”

“Oh….., yang Maha Kuasa telah memberiku penerang, terima kasih Panembahan, tiada aku menyangka bahwa orang bercambuk itu adalah Raden, sembah dan bakti dari seluruh keluarga besar Sadewa, ayah Harya Sadewa telah mengenal jalur Empu Windujati.” kata orang tua dari Wonogiri itu sembari membungkukkan badannya.

7 komentar:

  1. Sami-sami ngetest akh ...

    BalasHapus
  2. Mencari muqaddimahnya blm ketemu. Tlg dibantu...prok....prok....prok.
    Matur nuwun.

    BalasHapus
  3. mencari jilid 1nya kok belum ketemu nggih

    BalasHapus
  4. Mana Mbah jilid 1, 2, 3 ... Dst blm bisa ketemu

    BalasHapus
  5. Bagus banget crita nya.... sy pembaca setia Api di Bukit Manoreh...selalu penasaran dgn tokoh Kyai Gringsing

    BalasHapus