TALI RASA ADBM-MDLM
SEPASANG GARUDA JILID 20 BAB 14
Sunan
Muria tersenyum dengan wajah yang tenang telah berkata, “Kisah manusia
yang selalu saja mempunyai kemiripan dengan kisah manusia lainnya dan
sekarang seorang Panca Sadewa merubah namanya menjadi Puspa Ngasem telah
kembali mencari Untara, masuk menjelajah Mataram untuk memperbaiki
kesalahan.”
Untara dan Agung Sedayu memperhatikan semua
pembicaraan itu dengan seksama, jantung terasa berdetak lebih kencang
sementara keringat dingin mulai mengembun di punggung, cerita runtun itu
telah membuat kebimbangan dan menimbulkan rasa ingin tahu tentang Jati
diri Kyai Puspa Ngasem.
Sementara itu Panembahan Pamungkas tengah
sibuk membenahi tubuh Untara yang sejatinya telah mengalami perubahan
yang menggembirakan.
“Guru Panembahan, apakah yang dikatakan Kyai Puspa Ngasem benar adanya?” tanya Untara.
Panembahan Pamungkas nampak tersenyum dan menjawab, “Aku kurang mengerti anakmas, biarlah Kanjeng Sunan yang menyelesaikannya.”
Untara mengerutkan keningnya sejenak, namun tak berkata apapun,
perhatiannya kembali tertuju kepada pembicaraan Sunan Muria dan Ki
Panca Sadewa.
Pandangan Raden Umar Said mengarah pada sahabat dan
muridnya, masih terlihat wajahnya yang damai, “Ki Panca Sadewa, apakah
selama ini engkau belum pernah mendengar tentang siapa yang mengungsikan
keluarga anakmas Untara itu?”
“Akhirnya aku mendapat jawaban
yang cukup menyakinkan bahwa keluarga adikku telah berada di bawah
perlindungan orang bercambuk, namun sejujurnya hingga kini aku belum
sempat bertemu dengannya, Kanjeng Sunan.”
Suara tertawa kecil
dari seorang Sunan Muria telah menyentak semua dada dan pikiran
orang-orang yang berada di sekitarnya, “Raden Pamungkas, Kyai Gringsing
dan Ki Tanu Metir, tidak baik bagimu untuk selalu berdiam diri, kami
semua ingin mendengarkan penjelasanmu, mengapa Panembahan sangat
menyayangi Untara dan Agung Sedayu?"
Perkataan Sunan Muria sangat
mengejutkannya, meski sebelumnya telah menduga bahwa semuanya itu akan
mengarah kepadanya, sebuah keadaan yang tidak terelakkan lagi, maka Ki
Tanu Metir itupun telah mengangkat wajahnya dan berdiri menghadap Sunan
Muria dan Panca Sadewa, beberapa kali menarik nafas dan berkata, “Umurku
telah terlalu tua untuk bersembunyi lagi, Kisanak putra Harya Sadewa,
benar adanya bahwa akulah penggembala itu, akulah manusia bercambuk itu
dan sebenarnyalah bahwa Ki Sadewa ayah Untara adalah sahabat sekaligus
muridku, sebenarnya murid saat aku mengenakan topeng jelek, tentu
kepergiannya telah menggoreskan luka di dada ini dan telah menjadi
kewajibanku untuk menjaga keluarga kecil itu.”
“Oh….., yang Maha
Kuasa telah memberiku penerang, terima kasih Panembahan, tiada aku
menyangka bahwa orang bercambuk itu adalah Raden, sembah dan bakti dari
seluruh keluarga besar Sadewa, ayah Harya Sadewa telah mengenal jalur
Empu Windujati.” kata orang tua dari Wonogiri itu sembari membungkukkan
badannya.
Test test....
BalasHapusSami-sami ngetest akh ...
BalasHapusMencari muqaddimahnya blm ketemu. Tlg dibantu...prok....prok....prok.
BalasHapusMatur nuwun.
mencari jilid 1nya kok belum ketemu nggih
BalasHapusMana Mbah jilid 1, 2, 3 ... Dst blm bisa ketemu
BalasHapusAda berapa jilid mas
BalasHapusBagus banget crita nya.... sy pembaca setia Api di Bukit Manoreh...selalu penasaran dgn tokoh Kyai Gringsing
BalasHapus