TALI RASA ADBM-MDLM
SEPASANG GARUDA JILID 20 BAB 17
Sebenarnyalah suara derap kuda itu semakin jelas terdengar, gemeretak
perpuluh pasang kaki kuda menghantam bumi dengan irama yang ajeg,
seorang yang berdada bidang nampak berpacu di paling depan, selempang
warna merah telah menandakan jenjang keprajuritannya dalam tugas
sebenarnya sebagai prajurit Mataram.
Dengan satu lompatan ringan
senopati itu turun dari kudanya dan memberi salam kepada semua yang
hadir menunggu Ki Tumenggung Untaradira yang masih terduduk lemah.
“Panji Tohpati datang menjemput Ki Tumenggung Untaradira, perintah
datang dari Kepatihan Mataram,” Ucap senopati setengah baya itu dengan
suara yang berat.
Kanjeng Sunan Muria justru bergeser surut dan
memberi kesempatan kepada Panembahan Pamungkas untuk menjawab perkataan
senopati yang baru datang itu.
“Angger Sedayu uruslah sebagaimana
mestinya, aku merasa tidak pantas berhadapan dengannya, biarlah kami
para orang tua ini menepi barang sejenak,” kata Panembahan Pamungkas
perlahan.
Sejenak Tumenggung Sapta Hasta memandang wajah
kakaknya, senyuman kecil Untaradira telah membuat hatinya mengembang,
bagi suami Sekar Mirah Untaradira adalah segala-galanya, seorang kakak
yang sekaligus pengganti kedua orang tuanya dan dengan langkah kecil
maka murid Kyai Gringsing itu telah bergeser mendekati Panji Tohpati,
“Terima kasih Panji Tohpati, kami semua akan menyerahkan kakang Untara
kepada prajurit Mataram yang seterusnya akan di bawa menuju istana
Kepatihan untuk mendapatkan perawatan seperlunya.”
Panji Tohpati
tersenyum dan membungkukkan badannnya, seraya berkata, “Kami akan
mengurus dan menyerahkan Ki Tumenggung Untaradira kepada Ki Patih
Mandaraka, tiada kewajiban lainnya kecuali itu.”
“Lakukan perintah itu sebaik-baiknya Panji Tohpati.” Seru Tumenggung Sapta Hasta.
“Baiklah Ki Tumenggung, namun siapakah yang berani dan sudah
mengalahkan Ki Tumenggung Untaradira yang perkasa itu?” Tanya Panji
Tohpati kemudian.
Sebuah pertanyaan yang membuat hati Agung
Sedayu berdebar-debar, dengan cepat telah dicari jawabannya, “Kami tidak
mengetahuinya dengan jelas siapa yang menyerang kakang Untara, mereka
berkelompok dan saat kami datang mereka telah lenyap melarikan diri.”
“Jadi mereka menyerang dengan sekelompok orang pilihan dan kemudian menghilang saat melihat Ki Tumenggung datang?”
“Benar, sudahlah! Besok aku akan menjelaskan semuanya kepada Ki Patih
Mandaraka, tugasmu adalah membawanya kembali ke Mataram, itu saja.”
“Apkah seorang Tumenggung demikian mudahnya di kalahkan oleh sekelompok
orang atau mungkin Ki Tumenggung kurang waspada, kemungkinan lain
adalah Ki Tumenggung Untaradira memang harus meningkatkan lagi
kemampuannya, sebab saat ini banyak sekali Tumenggung yang berpangkat
serta berderajat namun kurang memiliki kemampuan.” kata Panji Tohpati
perlahan.
Tumenggung Sapta Hasta segera mengerutkan keningnya
dalam-dalam, hatinya yang telah mulai terang telah mendapat ujian sekali
lagi, “Panji Tohpati, jaga bicaramu! Jangan mencoba menilai siapa
kami, bukanlah menjadi urusanmu, kenalilah dirimu sendiri sebelum
mengenali orang lain, di belakangku berdiri beberapa orang yang sangat
aku hormati, Kanjeng Sunan Muria dan Panembahan Pamungkas, jangan
memancing keadaan yang sama sekali tidak engkau mengerti, atau aku akan
melenyapkan seluruh pasukanmu dan mengirim pulang namamu.”
Hentakan kata Senopati pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh itu
benar-benar membuatnya tersadar, matanya tiba-tiba terbelalak ketika
ingatannya kembali pada kewajaran, Agung Sedayu adalah hantu bagi setiap
musuh Mataram.
“Ampun, mohon ampun Ki Tumenggung, hamba hanya
terpancing oleh perasaan marah kepada para penyerang Ki Tumenggung
Untaradira.” Ujarnya cepat dan tersendat-sendat.
“Lakukan tugasmu sebaik-baiknya, aku akan melihat hasilnya.”
“Siyaga Ki Tumenggung.”
“Panji Tohpati, jaga bicaramu! Jangan mencoba menilai siapa kami, bukanlah menjadi urusanmu, kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenali orang lain, di belakangku berdiri beberapa orang yang sangat aku hormati, Kanjeng Sunan Muria dan Panembahan Pamungkas, jangan memancing keadaan yang sama sekali tidak engkau mengerti, atau aku akan melenyapkan seluruh pasukanmu dan mengirim pulang namamu.”
BalasHapusSaya suka cerita ini, tetapi sayangnya kok dimulai dari jilid 20, kenapa?
BalasHapusagak bingung memulai bacanya.....kok lsg jilid 10...
BalasHapusGak Papa....
HapusDaripada sepi dan tidak ada
HapusMatur nuwun Mbah
BalasHapus